Senin, 17 Oktober 2016

Sumpah Pemuda 28 Oktober


Sejarah sumpah pemuda dilatarbelakangi oleh munculnya dorongan untuk bersatu dalam diri pemuda Indonesia. Bagaimana tidak, sejak zaman dahulu bangsa kita terpecah belah akibat perbedaan suku, agama, dan ras/golongan. Pemuda menganggap keadaan tersebut membuat penjajah semakin mudah untuk melakukan politik adu domba atau yang populer dikenal dengan nama politik"Devide et Impera". Perlawanan terhadap penjajah pun sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan oleh perlawanan bangsa Indonesia yang kala itu lebih banyak bersifat fisik dan kedaerahan sehingga sangat mudah dipatahkan oleh penjajah. Para pemuda terpelajar menyadari kondisi ini dan mereka mulai berpikir untuk mengubah strategi perlawanan, dari gerakan fisik menjadi gerakan politik.
Maka bermunculanlah beragam organisasi-organisasi kepemudaan di daerah. Beberapa di antaranya yang cukup terkenal adalah sebagai berikut:
1. Jong Java (Pemuda Jawa)
2. Jong Sumatra Bond (Pemuda Sumatra)
3. Jong Minahasa (Pemuda Minahasa)
4. Jong Celebes (Pemuda Sulawesi), dan lain-lain
Menyadari pentingnya persatuan, mereka menginginkan agar organisasi-organisasi yang bersifat kedaerahan itu melebur diri menjadi satu organisasi yang bersifat nasional, untuk bersama-sama melawan penjajah. Sebab, pengalaman mengajarkan, bahwa organisasi bersifat kedaerahan sangat mudah dipatahkan oleh penjajah. Mereka semua akhirnya bersepakat untuk melakukan kongres pemuda. Kongres itu dilakukan untuk menyatukan organisasi-organisasi kepemudaan yang saat  itu terpecah belah.
Kongres pemuda itu sendiri diselenggarakan di Jakarta dan terjadi sebanyak dua kali, yakni Kongres Pemuda I berlangsung pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926 dan Kongres Pemuda II berlangsung pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928. Pada Kongres Pemuda II itulah, mereka mengeluarkan sebuah ikrar, yang dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda".
Konggres lebih dulu di gelar tanggal 27 Oktober 1928 di Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Sat itu Sugondo Djojopuspito berharap ada alat pemersatu kesatuan Indonesia karena adanya perbedaan sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Dan rapat kedua 28 Oktober 1928 Gedung Oost-Java Bioscoop yang saat itu usai pertemuan yang mebahas masalah pendidikan oleh Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro untuk mengenalkan pendidikan demokratis.
Dan akhirnya di rapat terakhir di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, tercapailah rumusan rumusan itu yang di tulis Moehammad Yamin ketika Mr. Sunario, dan rumusan itu kemudian di bacakan saat penutupan rapat oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Isi dari rumusan yang di cakan saat itu sebagai beriku yang akhirnya di kenal sebagai Sumpah Pemuda :

PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).
KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).



Jumat, 07 Oktober 2016

Lahirnya Kota Jogja

“Hari ini, Jumat, 07 Oktober 2016 kota jogja berulang tahun yang ke-260, selamat ulang tahun kota jogja, semoga tetap istimewah dan selalu berhati nyaman,,”

Sejarah Berdirinya Kota Yogyakarta
Berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan. Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756

Sebagai ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata.
1.Kota Perjuangan
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.
2.Kota Kebudayaan
Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
3.Kota Pelajar
Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari seluruh daerah di Indonesia. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.
4.Kota Pariwisata
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam.



Rabu, 05 Oktober 2016

HUT TNI KE-71

SEJARAH BERDIRINYA TNI
Awalnya terbentuknya TNI adalah ketika Jepang menyerah kepada pasukan sekutu menyebabkan kedatangan pasukan Inggris ke Indonesia, yang digunakan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia. Situasi ini menjadi awal yang tidak aman.  Oleh karena itu, pada tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah RI mengeluarkan sebuah keputusan membentuk tentara nasional bernama Tentara Keamanan Rakyat.
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini adalah Laksamana TNI Agus Suhartono.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
TUGAS DAN FUNGSI TNI
Fungsi TNI
Sebagai suatu kesatuan yang bertindak sebagai alat pertahanan negara, TNI memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah :
1. Penangkal terhadap ancaman bagi kedaulatan, keutuhan, serta keselamatan bangsa Indonesia baik itu dalam bentuk ancaman militer maupun ancaman bersenjata yang berasal dari dalam dan luar negri.
2. Sebagai penindak lanjut terkait ancaman yang dapat mengganggu kedaulatan, keutuhan, serta keselamatan bangsa Indonesia baik dalam bentuk ancaman militer maupun bersenjata yang berasal dari dalam atau luar negri.
3. Sebagai pemulih kondisi keamanan negara Republik Indonesia yang terganggu akibat adanya kekacauan yang mengganggu keamanan.
Tugas  TNI
Selain fungsi tersebut di atas, TNI juga memiliki tugas-tugas pokok seperti :
1. Menegakkan kedaulatan Negara
2. Mempertahankan keutuhan wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945
3. Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari segala ancaman atau gangguan yang dapat membahayakan keutuhan bangsa.




Sabtu, 01 Oktober 2016

Tahun Baru Islam (MUHARRAM)

Kata “Muharram” berarti “Terlarang” dan berasal dari kata haram, yang berarti “berdosa”. Hal ini dianggap bulan paling suci kedua, setelah Ramadan.  Beberapa warga muslim berpuasa sepanjang hari ini. 
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” 

Sejarah Penentuan Tahun Baru Hijriah

Sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab r.a. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw. sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam.
Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw.. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat, beliau dan Abu Bakar  r.a.hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulanMuharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.

Amalan Yang Dianjurkan di Bulan Muharram
Sebagaimana telah disebutkan di atas dari perkataan Qatadah rahimahulloh bahwa amalan sholeh dilipatgandakan pahalanya di bulan-bulan haram, dengan demikian secara umum segala jenis kebaikan dianjurkan untuk diperbanyak dan ditingkatkan kualitasnya di bulan Muharram. Adapun ibadah yang dianjurkan secara khusus pada bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah sebagaimana yang  telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, beliau berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ  بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa wajib adalah sholat lail”    [ HR. Muslim(11630) ]
Mulla Al Qari’ menyebutkan bahwa hadits di atas sebagai dalil anjuran berpuasa di seluruh hari bulan Muharram. Namun ada satu masalah yang kadang ditanyakan berkaitan dengan hadits ini yaitu, ‘Bagaimana memadukan antara hadits ini dengan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallohu alaihi wasallam memperbanyak puasa di bulan Sya’ban yang menjadi bulannya Allah, bukan di bulan Muharram? Imam Nawawi rahimahullah telah menjawab pertanyaan ini, beliau mengatakan boleh  jadi Rasulullah shallallohu alaihi wasallam belum mengetahui keutamaan puasa Muharram kecuali di akhir hayat beliau atau mungkin ada saja beberapa udzur yang menghalangi beliau untuk memperbanyak berpuasa di bulan Muharram seperti beliau mengadakan safar atau sakit
Kemudian anjuran berpuasa di bulan Muharram ini lebih dikhususkan dan ditekankan hukumnya pada hari yang dikenal dengan istilah Yaumul ‘Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan Muharram (‘asyuro). ‘Asyuro berasal dari kata ‘Asyarah yang berarti sepuluh. Pada hari ‘Asyuro ini, Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro.

Lafadz Bacaan Niat Puasa Tasu’a (9 Muharram)
نَوَيْتُ صَوْم تَاسُعَاء سُنَّة لله تَعَالى
Tulisan Latin: Nawaitu sauma tasu’a sunnatal lillahita’ala
Artinya: Saya niat puasa hari tasu’a, sunnah karena Allah ta’ala
Lafadz Bacaan Niat Puasa Asyura (10 Muharram)
نَوَيْتُ صَوْم عشرسُنَّة لله تَعَالى
Tulisan Latin: Nawaitu sauma Asyuro sunnatal lillahita’ala
Artinya: Saya niat puasa hari asyura , sunnah karena Allah ta’ala

Kemuliaan Muharram
Salah kaprah dalam penyambutan Tahun Baru Hijriah masih banyak terjadi. Karena bulan Muharram adalah bulan suci bagi kaum muslimin, maka sebagian orang menjadikannya sebagai hari besar yang harus diperingati. Sehingga sebagian kaum muslimin melakukan berbagai ritual untuk memperingati dan merayakannya. Ada yang lebih parah dari itu bahwa sebagian mereka melakukan acara-acara yang pada hakekatnya adalah syirik. Seperti yang terjadi di daerah Yogyakarta, budaya larung sesaji bulan Muharram, di Surakarta ada arak-arakan kerbau yang bernama Kiai Slamet, di Gunung Lawu ada ritual khusus yang dilakukan oleh sebagian orang di malam tanggal satu Muharram atau lebih dikenal dengan Malam Satu Sura, dan masih ada segudang contoh yang lain. Ini membuktikan betapa tingginya tingkat kebodohan umat, sehingga mereka terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan yang begitu dalam.
Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.
Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.”[14]
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”[15]
Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.